Selasa, 29/07/2008

Dra. Hj. Maria Ahdiati

Bagaimana Tata Pemerintahan yang Baik Itu?

Sejak reformasi politik bergulir pada pertengahan tahun 1998, bangsa Indonesia dihadapkan pada persoalan bagaimana membangun tata pemerintahan yang baik, yang tidak memberikan peluang bagi munculnya penguasa-penguasa politik yang otoriter seperti Soeharto dan Soekarno. Sekaligus, yang memberikan akselerasi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Untuk menjawab persoalan tersebut, berbagai elemen masyarakat yang dikenal dengan civil society (masyarakat madani) terpanggil guna memberikan konsep terbaik tentang bagaimana pemerintahan pasca orde baru menjadi lebih baik.

Beberapa elemen masyarakat madani lahir muncul ke pentas nasional. Dari mulai LBH Jakarta, CETRO, Humanika, Koalisi Ornop untuk Konstitusi Baru, GOWA, The Habiebie Center, Partnership for Governance Reform in Indonesia, dan lain-lain. Elemen yang sudah ada sejak orde, seperti CIDES, CSIS, UI, UGM, bahkan LIPI, tidak tinggal diam. Sebagian kelompok aktivis mahasiswa ’98 pun, mulai merubah arah perjuangannya dengan mendirikan Madani Institute, sebuah lembaga penelitian, pengkajian dan pendidikan politik.

Salah satu lembaga yang lebih dari sekedar menjadi kekuatan ekstra parlemen, tetapi juga menjadi kekuatan financial supporting bagi pergerakan masyarakat madani dalam pembaruan pemerintahan di Indonesia adalah Partnership for Governance Reform in Indonesia atau dengan nama lain “Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia”.

Lembaga yang tercetus untuk pertama kalinya pada konferensi CGI (Consultative Group on Indonesia) pada tahun 2000 di Tokyo ini, mengedepankan visi sebagai lembaga yang mendukung upaya pembaruan tata pemerintahan yang demokratis di Indonesia. Dengan visi tersebut, derivasi arah kebijakan lembaga diarahkan pada segala sisi kehidupan pemerintahan yang baik, seperti penegakan supremasi hukum, demokrasi dan HAM.

Lembaga yang konsen dalam pemberian bantuan teknis dan dana bagi berbagai kalangan yang memiliki kesamaan misi ini, memberikan penekanan yang tinggi terhadap persoalan otonomi daerah (decentralization) dan KKN (Corruption). Selain itu, lembaga ini juga memberikan prioritas sektoral seperti persoalan transparansi, masyarakat sipil, pemilu dan lain-lain. Untuk isu-isu lintas bidangnya, partnership for governance reform in Indonesia memberian perhatian pada persoalan jender, kemiskinan, lingkungan, partisipasi dan manajemen konflik.

Dengan perannya yang signifikan bagi proses pembaruan pemerintahan di Indonesia, partnership for governance reform in Indonesia diharapkan mampu menyatukan semua unsur masyarakat Indonesia yang memiliki komitmen yang sama. Karena strategisnya, lembaga ini menjadi fasilitator bagi donor-donor asing seperti Bank Dunia, ADB, UNDP, dan negara-negara maju dalam memberikan bantuan bagi proses pembaruan tata pemerintahan di Indonesia.

Lembaga ini dipimpin oleh beberapa nama yang sudah tidak asing dalam percaturan dunia LSM di Indonesia. Erna Witoelar, Cak Nur, Nursyahbani Katjasungkana, Todung Mulya Lubis, dan lain sebagainya. Sementara, sebagai direktur eksekutifnya, lembaga ini dipegang oleh Dr. Felia Salim.

Tata Pemerintahan yang baik

Tata pemerintahan yang baik (good governance) menurut Partnership for Governance Reform adalah suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat madani dan sektor swasta. Untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik perlu dibangun dialog antara pelaku-pelaku penting dalam negara, agar semua pihak merasa memiliki tata pengaturan tersebut. Tanpa kesepakatan yang dilahirkan dari dialog ini kesejahteraan tidak akan tercapai karena aspirasi politik maupun ekonomi rakyat tersumbat.

Menurut Erna Witoelar, Ketua Dewan Direktur Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, tata pemerintahan menyangkut cara-cara yang disetujui bersama dalam mengatur pemerintahan dan kesepakatan yang dicapai antara individu masyarakat madani, lembaga-lembaga masyarakat dan pihak swasta. Dan ukuran untuk menentukan baik-tidaknya tata pemerintahan, salah satunya adalah tercapainya suatu pengaturan yang dapat diterima sektor publik, sektor swasta dan masyarakat madani. bagi sektor publik, terciptanya keseimbangan kekuasaan antara badan eksekutif, legislatif dan eksekutif, termasuk pembagian kekuasaan pusat dan daerah. Bagi sektor swasta, tercapainya kesepakatan bersama dalam mengelola pasar bagi semua pelaku pasar. Dan bagi masyarakat madani, yakni tercapainya kesepakatan bersama guna mengatur kelompok-kelompok masyarakat madani yang berbeda-beda.

Sementara menurut Cak Nur, selaku Ketua Dewan Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, peranan pemimpin dalam hal ini sangat penting. Cak Nur yang juga Rektor Universitas Paramadina Mulya ini mengatakan bahwa tata pemerintahan yang baik hanya akan tercapai bila ada pemimpin yang bervisi strategis, dan mampu melihat jauh kedepan.

Ciri-ciri pemerintahan yang baik adalah mengikutsertakan semua pihak, transparan dan bertanggungjawab, efektif dan adil, menjamin adanya supremasi hukum, menjamin bahwa prioritas-prioritas politik, sosial dan ekonomi didasarkan pada konsensus masyarakat, dan memperhatian kepentingan mereka yang paling miskin dan lemah dalam proses pengambilan keputusan menyangkut alokasi sumber daya pembagunan.

Sebagai lembaga yang konsen dalam pembangunan pemerintahan yang baik, maka tentu saja lembaga ini harus menjadi teladan bagi lembaga-lembaga yang lain, terutama dalam kehidupan praktis organisatorisnya sebagai sebuah lembaga. Lembaga ini, sebagaimana company profile yang disosialisasikannya memuat berbagai prinsip good governance. Prinsip-prinsip yang dipegang itu, menurut Dr. Felia Salim, Direktur Eksekutif Partnership for Governance Reform in Indonesia, seperti disampaikannya kepada Swara Otonomi Tahun I – No. 9 Juli 2002, bukanlah dibuat oleh partnership, melainkan dalam indikator good governance. “Itu ada dalam best practice yang sudah diketahui secara umum, seperti transparansi, akuntabilitas, dan lainnya. Nilai-nilai itu kemudian distrukturkan oleh partnership”.

Arsip